Beranda | Artikel
Manusia-manusia Seperti Keledai
Senin, 17 Januari 2022

MANUSIA-MANUSIA SEPERTI KELEDAI

Oleh
Ustadz RIzal Yuliar Putrananda Lc

مَثَلُ الَّذِيْنَ حُمِّلُوا التَّوْرٰىةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوْهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ اَسْفَارًاۗ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka (kitab suci) Taurat, kemudian mereka tiada menunaikannya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab besar lagi tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allâh  tiada memberi petunjuk bagi kaum yang zhalim. [al-Jumu`ah/62:5]

Penjelasan Ayat
Salah satu sifat buruk bangsa Yahudi telah disibak melalui ayat di atas. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan ayat ini setelah memberitakan anugerah besar yang diterima umat berupa diutusnya seorang Nabi akhir zaman di tengah mereka dengan mengemban risalah terbaik sepanjang masa.

Syaikh ‘Abdur Rahmân as-Sa’di t mengatakan, “Setelah Allâh Azza wa Jalla menyebutkan anugerah (besar) kepada umat ini; dengan diutusnya seorang Nabi yang ummi (buta huruf; tidak mampu baca tulis), serta keistimewaan lain yang telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala khususkan bagi mereka, yang tidak dianugerahkan kepada siapapun selain mereka sehingga umat ini mengungguli manusia yang terdahulu dan yang datang kemudian, maupun Ahlu kitab (Yahudi dan Nasrani) yang mengklaim bahwa merekalah para ulama rabbani dan para ahli ibadah yang sesungguhnya. Selanjutnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala embankan taurat kepada mereka dan diperintahkan untuk mempelajari dan mengamalkannya, namun ternyata mereka tidak mengemban (amanat itu dengan baik) dan tidak pula menjalankannya. Karenanya, mereka tidak memiliki keutamaan sedikit pun, justru mereka bak keledai yang memikul kitab-kitab ilmu di atas punggungnya. Apakah keledai itu dapat memanfaatkan kitab-kitab yang berada di atas punggungnya??! Apakah mereka akan mendapatkan kemuliaan dengan keadaan tersebut?! Ataukah nasibnya hanyalah sekedar memikul saja?! Demikianlah perumpamaan para ulama Yahudi yang tidak mengamalkan Taurat, dimana perintah teragung dan paling utama yang ada padanya adalah agar mengikuti (petunjuk) Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beriman kepadanya. Oleh sebab itu, orang semacam mereka hanya akan menjumpai kerugian dan hujat keburukan atas diri mereka sendiri?! Perumpamaan yang sangat sesuai dengan kondisi mereka… “[1]

Tidak saja mengabaikan kandungan kitab suci, mereka juga mengotak-atik dan merubahnya sesuai dengan hawa nafsu. Imam Ibnu Katsîr t menyatakan “Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan celaan bagi kaum Yahudi yang telah diberi Taurat untuk diamalkan, namun mereka tidak menunaikannya. Perumpamaan mereka dalam hal itu tak ubahnya seperti keledai yang membawa kitab-kitab, keledai tidak mengetahui apa yang terdapat padanya sekalipun dia memikulnya. Demikian pula (kaum Yahudi) dalam membawa kitab suci yang dikaruniakan kepada mereka, mereka hanya menghafal teks-teksnya saja, tanpa memahami dan tidak pula mengamalkan substansinya. Justru mereka menyelewengkannya, menyimpangkan serta merubahnya. Dengan itu mereka menjadi lebih buruk daripada keledai. Karena keledai tidaklah berakal, sementara mereka memiliki akal namun tidak mempergunakannya….”.[2]

Asy-Syaukâni  rahimahullah menyebutkan bahwa Maimûn bin Mihrân rahimahullah berkata “keledai tidak mengetahui apa yang ada di atas punggungnya, apakah kitab suci  (dari Allâh) ataukah sampah ? Demikianlah kaum Yahudi.”[3]

Hidayah akan sulit datang kepada mereka karena sifat kezhaliman sangat melekat pada diri mereka. Karena itu, di akhir ayat, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

Dan Allâh tiada memberikan hidayah bagi kaum yang zhalim”,

Maksudnya, Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan membimbing dan memberikan hidayah taufik kepada orang-orang yang menzhalimi diri mereka sendiri dengan mengkufuri ayat-ayat Rabb mereka dikarenakan sifat kezhaliman dan pembangkangan masih menjadi karakter yang melekat pada mereka.[4]

Perumpamaan yang Sangat Buruk
Seperti telah dikemukakan di atas, Allâh Azza wa Jalla menyerupakan bangsa Yahudi dengan keledai yang termasuk jenis binatang yang bodoh dan tidak disukai manusia. Sudah tentu, permisalan tersebut betul-betul mengandung celaan bagi bangsa Yahudi. Syaikh al-`Utsaimin rahimahullah  menegaskan[5], “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidaklah menyerupakan manusia dengan jenis binatang melainkan dalam konteks celaan dan hinaan. Sebagaimana firman ayat di atas yang menyebutkan penyerupaan dengan keledai, dan ayat lain yang menyebutkan penyerupaan dengan anjing. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ ﴿١٧٥﴾ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri (meninggalkan) ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai akhirnya dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalaulah Kami menghendaki, sesungguhnya Kami meninggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, namun dia cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, maka perumpamaannya adalah seperti anjing; bila kamu menghalaunya, dia menjulurkan lidahnya dan bila kamu membiarkannya, maka dia akan menjulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami…” [al-A`raf/7:175-176]

Begitu pula, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan binatang sebagai perumpamaan untuk maksud yang sama (cercaan), seperti sabda beliau berikut ini:

الْعَائِدُ فِيْ هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَقِيْءُ ثُمَّ يَعُوْدُ فِيْ قَيْئِهِ

Seorang yang menarik kembali (hadiah) pemberiannya, maka dia tak ubahnya seperti seekor anjing yang muntah kemudian menelan kembali muntahannya itu[6]

Demikianlah Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberikan perumpamaan yang begitu mendalam tentang kaum yang mendustakan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mengamalkannya. Mereka seperti keledai bodoh yang hanya merasakan kelelahan dengan beban buku-buku tebal yang berada di atas punggungnya saja, tanpa mengetahui apa yang ada padanya. Perumpamaan ini serupa dengan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ

“Mereka seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai” [Al-A`raf: 7/179].

Dan pada bagian akhir ayat utama di atas Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatakan

بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala itu. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim”.

Syaikh Abu Bakar al-Jazâiri hafizhahullâh dalam kitab tafsirnya menyebutkan sebuah pelajaran berharga bahwa dalam ayat tersebut termuat cercaan bagi orang-orang yang menghapal ayat-ayat Kitâbullâh (al-Qur’ân) namun mereka tidak mengamalkan isi kandungannya”.[7]

Ragam Sikap Manusia Terhadap Ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala
Demikianlah perumpamaan kaum Yahudi dalam hal kebodohan mereka tentang Taurat dan keagungan ayat-ayatnya, seperti keledai dalam kebodohan mereka memikul kitab-kitab (di punggungnya), hanyalah akan menjadi beban yang melelahkan. Setelah menjelaskan kandungan makna ayat di atas, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menjabarkan ragam sikap dan reaksi manusia dalam berinteraksi dengan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala sebagai petunjuk:

Pertama: Yang menerimanya secara lahir dan batin. Mereka ada dua macam;

  1. Orang-orang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Mereka itulah para ulama yang memahami dengan baik dan benar tentang maksud-maksud ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala, selanjutnya mereka dapat memetik intisari pelajaran serta rahasia hikmah yang terkandung di dalamnya.
  2. Orang-orang yang menjaga kitab Allâh Subhanahu wa Ta’ala, mengingat serta menyampaikannya, namun mereka bukan termasuk yang dapat memetik intisari hukum maupun pelajaran di dalamnya dan tidak pula mampu mengungkapkan kandungan hikmahnya.

Kedua : Orang-orang yang menolak secara lahir dan batin serta mengingkarinya. Golongan ini pun terbagi menjadi dua macam :

  1. Kaum yang mengetahui kebenaran kitab Allâh Subhanahu wa Ta’ala serta meyakini keabsahannya, namun mereka takluk oleh kedengkian hati, kesombongan maupun ambisiusme kepemimpinan di hadapan kaum mereka sehingga semua itu membuat mereka menolak kitab suci Allâh Subhanahu wa Ta’ala.
  2. Adapun yang lainnya adalah para pengikut jenis pertama kelompok ini. Mengagungkan atau mengkultuskan mereka dalam setiap ucapan, sikap dan keputusan. Menjadikan mereka sebagai panutan yang diikuti.

Ketiga:

  1. Mereka yang telah mendapatkan pelita hidayah kemudian menjadi buta dan tersesat, telah berilmu kemudian menjadi gelap hati tanpa cahaya, telah beriman namun kemudian berpaling kafir mengingkari. Mereka itu adalah para pemuka kaum munafiqin.
  2. Atau mereka yang memiliki pandangan lemah. Mereka menjauh dari mendengarkan al-Qur’ân, kalaupun mereka mendengarnya, maka mereka menutup telinga seraya berkata “jauhkan kami dari ayat-ayat ini!”. Bahkan seandainya mereka mampu, niscaya mereka akan mengambil tindakan buruk bagi siapapun yang memperdengarkan al-Qur’ân atau mengajarkannya kepada mereka. Nau`udzubillâh min dzâlik

Keempat : Kaum Mukminin yang menyembunyikan keimanan di hadapan kaum mereka seperti sebagian keluarga Fir`aun, atau seperti an-Najasyi yang dikabarkan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyalatkan jenazahnya…[8]

Perumpamaan ini Tidak Khusus Bagi Kaum Yahudi
Para Ulama menjelaskan bahwa ayat ini tidak hanya berlaku pada kaum Yahudi saja, akan tetapi juga mencakup siapapun yang mengabaikan ayat-ayat Allah, termasuk umat Muhammad yang mengabaikan ayat-ayat al-Qur’ân. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah  rahimahullah  menjelaskan ayat di atas dengan berkata, “Allâh Azza wa Jalla menggambarkan manusia yang telah ditugasi mengemban kitab suci-Nya untuk diyakini, dicermati, diamalkan dan didakwahkan, namun ternyata mereka menyelisihinya, mereka sekedar menghapalnya tanpa tadabbur (penghayatan), tidak mengikuti petunjuknya, tidak pula berhukum dengannya dan mengamalkannya, sungguh mereka itu ibarat keledai yang membawa kitab-kitab namun tidak memahami isi yang terdapat di dalamnya. Nasib mereka persis sama seperti nasib keledai. Perumpamaan ini sekalipun mengetengahkan contoh kaum Yahudi, akan tetapi maknanya mencakup siapapun yang mengemban kitab suci al-Qur’ân, akan tetapi tidak mengamalkannya, tidak menunaikan kandungan al-Qur’an atau memperhatikannya sebagaimana mestinya”.[9]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa mengamalkan ilmu yang telah diketahui merupakan konsekuensi logis. Di hari Kiamat kelak, setiap hamba akan dimintai pertanggungjawaban dari ilmu yang telah ia miliki, apakah sudah diamalkan, atau bahkan mungkin diselewengkan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلَاهُ

Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat sampai ditanya tentang umurnya, bagaimana ia menghabiskannya; tentang ilmunya; apa yang ia kerjakan dengannya; tentang hartanya, dari manakah dia mendapatkannya dan bagaimana ia membelanjakannya, serta tentang raganya; bagaimana ia mempergunakannya.[10]

Pelajaran Berharga yang Dapat Diambil dari Pembahasan Ayat ini Diantaranya:

  1. Al-Qur’ân adalah wahyu Ilâhi sehingga semua kabar maupun perumpamaan yang Allâh Azza wa Jalla sebutkan dalam al-Qur’ân merupakan kebenaran yang  hakiki.
  2. Allâh Azza wa Jalla menurunkan kitab suci-Nya untuk dipelajari kemudian diamalkan dan disampaikan kepada yang belum mengetahuinya.
  3. Ancaman buruk bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan mengabaikan kandungannya, yaitu keserupaan dengan kaum Yahudi dan keledai.
  4. Orang-orang Yahudi, manusia yang bodoh lagi dungu dengan mendustakan ayat-ayat Allâh Azza wa Jalla yang telah mereka ketahui akan kebenarannya, sehingga Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan mereka dengan hewan pandir seperti keledai.
  5. Wajib atas seluruh kaum Muslimin untuk menjauhkan diri dari sifat-sifat musuh-musuh Allâh Azza wa Jalla dalam semua urusan.
  6. Wajib atas seluruh kaum Muslimin untuk mengamalkan al-Qur’ân dengan sebaik-baiknya.
  7. Keselamatan dan hidayah seorang hamba hanyalah di tangan Allâh Subhanahu wa Ta’ala semata.
  8. Hidayah Allâh Azza wa Jalla tidaklah akan diberikan kepada orang-orang yang zalim.

Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala selalu membimbing setiap jejak langkah kita dalam menapaki hidup ini dengan pelita al-Qur’ân, dan cahaya Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu A`lam Bishshawab

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Tafsir as-Sa’id, hlm. 945
[2]  Tafsir Ibnu Katsîr 5/117
[3]  Fathul Qadîr 5/316
[4]  Lihat Tafsir ath-Thabari 12/92-93 , Tafsir as-Sa’di hlm. 945
[5]
[6] . HR. al-Bukhâri no. 2589, Muslim no. 4152
[7] .Tafsir Aisarut Tafasir, surat al-Jum’ah ayat 5
[8]  Ijtimâ` al-Juyûsy al-Islâmiyah, Ibnul Qayyim, hlm. 26
[9]  I`lâmul Muwaqqi`in `an Rabbil `Alamin 2/288
[10] . HR. At-Tirmidzi no: 2417


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/48691-manusia-manusia-seperti-keledai-2.html